Rabu, 06 Januari 2010

Zombie

Zombie atau zombi adalah sebutan untuk mayat hidup dalam sistem kepercayaan Voodoo orang Kreol dan Afrika-Karibia. Zombie adalah manusia dengan roh yang sudah dicuri lewat cara supranatural atau perdukunan, dan dipekerjakan sebagai budak yang mengabdi pada "majikan zombie" di perkebunan terpencil. Versi zombie yang lebih menakutkan dan suka memakan manusia sering diangkat menjadi cerita fiksi horor.

Zombie dalam kepercayaan voodoo

Menurut ajaran Voodoo, dukun ilmu hitam atau pendeta voodoo yang disebut Bokor bisa menghidupkan kembali manusia yang sudah mati. Zombie tidak memiliki kemauan sendiri sehingga selalu berada di bawah kendali sang majikan. "Zombi" juga merupakan nama untuk dewa ular voodoo yang bernama Damballah Wedo asal Nigeria-Kongo yang dekat dengan kata nzambi yang dalam bahasa Kongo berarti "dewa".

Di tahun 1937, peneliti Zora Neale Hurston yang melakukan riset folklor di Haiti menemukan kasus Felicia Felix-Mentor yang meninggal di usia 29 tahun dan sudah dikubur di tahun 1907. Penduduk desa percaya bahwa mereka sering melihat Felicia yang sudah meninggal 30 tahun yang lalu masih suka berkeliaran di jalan-jalan. Kasus yang sama juga dijumpai pada beberapa orang yang lain. Zora Hurston berusaha mencari kebenaran kabar burung yang mengatakan zombie adalah manusia yang telah diberi ramuan obat-obatan, namun tidak berhasil menemukan orang yang mau membuka mulut tentang rahasia zombie.


Beberapa puluh tahun kemudian, seorang ahli Etnobotani Kanada bernama Wade Davis mengangkat kasus zombie dari sudut pandang farmakologi, dalam dua buku berjudul The Serpent and the Rainbow (1985) dan Passage of Darkness: The Ethnobiology of the Haitian Zombie (1988). Menurut hasil penelitian Wade Davis sewaktu berada di Haiti tahun 1982, ramuan dua jenis bubuk obat yang dimasukan ke dalam aliran darah (biasanya lewat luka terbuka) dapat mengubah orang hidup menjadi zombie.

Bubuk obat pertama disebut coup de poudre (bahasa Perancis untuk "obat penyerang") yang membuat manusia dalam keadaan "seperti mati" akibat dosis tetrodotoksin. Tetrodoksin merupakan racun mematikan yang juga dikandung ikan buntal dan ikan fugu yang merupakan makanan lumrah di Jepang. Manusia yang diberi tetrodoksi dalam dosis nyaris mematikan (LD50 sebesar 1 mg), bisa berada dalam keadaan hampir mati untuk beberapa hari, tapi terus dalam keadaan sadar. Ramuan bubuk obat kedua dari tanaman genus Datura bersifat halusinogen dan membuat orang menjadi tidak memiliki kemauan sendiri. Wade Davis juga mengetengahkan kisah orang Haiti bernama Clairvius Narcisse yang mengaku pernah menjadi dijadikan zombie. Teori Wade Davis sering ditanggapi orang secara skeptis dan kebenaran ceritanya sering menjadi sumber perdebatan. Kepercayaan voodoo masih penuh kerahasiaan yang sulit ditembus peneliti asing, walaupun sebagian orang Haiti mengakui tentang keberadaan "obat zombie"


Zombie dalam folklor

Di abad pertengahan orang percaya arwah orang meninggal bisa kembali ke bumi dan menghantui orang hidup. Menurut ensiklopedia Encyclopedia of Things that Never Were, mayat yang bangun dari kubur (terutama di Perancis) biasanya datang membunuh orang-orang untuk membalas dendam. Sewaktu malam tiba, di makam-makam berkeliaran zombie berbentuk kerangka manusia atau mayat yang sudah kurus dan lemah. Mitologi Norse (Skandinavia) mengenal makhluk bernama Draugr yang dipercaya sebagai mayat ksatria yang bangun dari kubur untuk menyerang orang yang masih hidup.

Zombie dalam literatur dan fiksi

Dalam kebudayaan modern di Barat, buku yang pertama kali mengupas konsep zombie adalah The Magic Island karya W.B. Seabrook terbitan tahun 1929.

Zombie sering muncul dalam film horor, acara televisi, permainan video, dan permainan peran (RPG). Zombie biasanya digambarkan sebagai sosok mayat membusuk dengan kecerdasan rendah dan berjalan terseok-seok, namun punya selera makan daging manusia. Pada beberapa kasus, zombie lebih mengincar bagian otak manusia untuk disantap.

Sebelum tahun 1950-an, zombie biasanya digambarkan sebagai mayat tidak berotak yang dikendalikan majikan seperti boneka. Penggambaran zombie menurut budaya populer berubah di tahun 1954 dengan terbitnya buku I Am Legend karya Richard Matheson. Buku menceritakan kota Los Angeles yang diserbu makhluk penghisap darah akibat pandemi infeksi bakteri. Satu-satunya orang yang selamat dari pandemi harus bertahan dari serangan orang-orang yang telah berubah menjadi makhluk penghisap darah. Walaupun mirip cerita vampir, plot cerita seperti ini sering dijadikan dasar bagi film-film bertema zombie yang diproduksi di kemudian hari. Night of the Living Dead karya George A. Romero merupakan film pertama yang menggambarkan zombie secara modern. Film The Last Man on Earth (1964) yang dibintangi Vincent Price juga berdasarkan cerita karangan Richard Matheson. Begitu pula dengan film The Omega Man (1971) yang dibintangi Charlton Heston, walaupun film ini hanya mempunyai sedikit kemiripan dengan cerita asli.

Plot cerita yang paling umum berkisar pada serbuan zombie yang tidak terkendali. Sekelompok orang yang selamat berusaha menghentikan penularan zombie. Seperti layaknya kisah horor lain, cerita zombie tidak berakhir happy end dan selalu ada saja zombie yang masih tersisa. Asal-usul wabah zombie biasanya berupa kontaminasi radioaktif, bahan beracun yang membuat mati otak, ilmu hitam, voodoo, makhluk angkasa luar, infeksi virus dan berbagai macam sebab lain.

Dalam berbagai karya fiksi, zombie bisa menular ke orang sehat lewat gigitan atau cakaran zombie. Korban serangan zombie biasanya langsung tewas dan berubah menjadi zombie. Zombi bisa dibunuh dengan memotong bagian kepala atau menghancurkan otak zombie. Pada beberapa kasus, seluruh bagian tubuh zombie harus dihancurkan kalau tidak mau bagian tubuh zombie yang sudah putus bergerak-gerak terus.

http://id.wikipedia.org/wiki/Zombie

Jumat, 01 Januari 2010

10 Rahasia Sukses Orang Jepang


1. Kerja Keras
Sudah menjadi rahasia umum bahwa bangsa Jepang adalah pekerja keras. Rata-rata jam kerja pegawai di Jepang adalah 2450 jam/tahun, sangat tinggi dibandingkan dengan Amerika (1957 jam/tahun), Inggris (1911 jam/tahun), Jerman (1870 jam/tahun), dan Perancis (1680 jam/tahun). Seorang pegawai di Jepang bisa menghasilkan sebuah mobil dalam 9 hari, sedangkan pegawai di negara lain memerlukan 47 hari untuk membuat mobil yang bernilai sama. Seorang pekerja Jepang boleh dikatakan bisa melakukan pekerjaan yang biasanya dikerjakan oleh 5-6 orang. Pulang cepat adalah sesuatu yang boleh dikatakan "agak memalukan" di Jepang, dan menandakan bahwa pegawai tersebut termasuk "yang tidak dibutuhkan" oleh perusahaan.

2. Malu
Malu adalah budaya leluhur dan turun temurun bangsa Jepang. Harakiri (bunuh diri dengan menusukkan pisau ke perut) menjadi ritual sejak era samurai, yaitu ketika mereka kalah dan pertempuran. Masuk ke dunia modern, wacananya sedikit berubah ke fenomena “mengundurkan diri” bagi para pejabat (mentri, politikus, dsb) yang terlibat masalah korupsi atau merasa gagal menjalankan tugasnya. Efek negatifnya mungkin adalah anak-anak SD, SMP yang kadang bunuh diri, karena nilainya jelek atau tidak naik kelas. Karena malu jugalah, orang Jepang lebih senang memilih jalan memutar daripada mengganggu pengemudi di belakangnya dengan memotong jalur di tengah jalan. Mereka malu terhadap lingkungannya apabila mereka melanggar peraturan ataupun norma yang sudah menjadi kesepakatan umum.

3. Hidup Hemat
Orang Jepang memiliki semangat hidup hemat dalam keseharian. Sikap anti konsumerisme berlebihan ini nampak dalam berbagai bidang kehidupan. Di masa awal mulai kehidupan di Jepang, saya sempat terheran-heran dengan banyaknya orang Jepang ramai belanja di supermarket pada sekitar jam 19:30. Selidik punya selidik, ternyata sudah menjadi hal yang biasa bahwa supermarket di Jepang akan memotong harga sampai separuhnya pada waktu sekitar setengah jam sebelum tutup. Seperti diketahui bahwa Supermarket di Jepang rata-rata tutup pada pukul 20:00.


4. Loyalitas
Loyalitas membuat sistem karir di sebuah perusahaan berjalan dan tertata dengan rapi. Sedikit berbeda dengan sistem di Amerika dan Eropa, sangat jarang orang Jepang yang berpindah-pindah pekerjaan. Mereka biasanya bertahan di satu atau dua perusahaan sampai pensiun. Ini mungkin implikasi dari Industri di Jepang yang kebanyakan hanya mau menerima fresh graduate, yang kemudian mereka latih dan didik sendiri sesuai dengan bidang garapan (core business) perusahaan.

5. Inovasi
Jepang bukan bangsa penemu, tapi orang Jepang mempunyai kelebihan dalam meracik temuan orang dan kemudian memasarkannya dalam bentuk yang diminati oleh masyarakat. Menarik membaca kisah Akio Morita yang mengembangkan Sony Walkman yang melegenda itu. Cassete Tape tidak ditemukan oleh Sony, patennya dimiliki oleh perusahaan Phillip Electronics. Tapi yang berhasil mengembangkan dan membundling model portable sebagai sebuah produk yang booming selama puluhan tahun adalah Akio Morita, founder dan CEO Sony pada masa itu. Sampai tahun 1995, tercatat lebih dari 300 model walkman lahir dan jumlah total produksi mencapai 150 juta produk. Teknik perakitan kendaraan roda empat juga bukan diciptakan orang Jepang, patennya dimiliki orang Amerika. Tapi ternyata Jepang dengan inovasinya bisa mengembangkan industri perakitan kendaraan yang lebih cepat dan murah.

6. Pantang Menyerah
Sejarah membuktikan bahwa Jepang termasuk bangsa yang tahan banting dan pantang menyerah. Puluhan tahun dibawah kekaisaran Tokugawa yang menutup semua akses ke luar negeri, Jepang sangat tertinggal dalam teknologi. Ketika restorasi Meiji (meiji ishin) datang, bangsa Jepang cepat beradaptasi dan menjadi fast-learner.
Kemiskinan sumber daya alam juga tidak membuat Jepang menyerah. Tidak hanya menjadi pengimpor minyak bumi, batubara, biji besi dan kayu, bahkan 85% sumber energi Jepang berasal dari negara lain termasuk Indonesia . Kabarnya kalau Indonesia menghentikan pasokan minyak bumi, maka 30% wilayah Jepang akan gelap gulita Rentetan bencana terjadi di tahun 1945, dimulai dari bom atom di Hiroshima dan Nagasaki , disusul dengan kalah perangnya Jepang, dan ditambahi dengan adanya gempa bumi besar di Tokyo . Ternyata Jepang tidak habis. Dalam beberapa tahun berikutnya Jepang sudah berhasil membangun industri otomotif dan bahkan juga kereta cepat (shinkansen).
Mungkin cukup menakjubkan bagaimana Matsushita Konosuke yang usahanya hancur dan hampir tersingkir dari bisnis peralatan elektronik di tahun 1945 masih mampu merangkak, mulai dari nol untuk membangun industri sehingga menjadi kerajaan bisnis di era kekinian. Akio Morita juga awalnya menjadi tertawaan orang ketika menawarkan produk Cassete Tapenya yang mungil ke berbagai negara lain. Tapi akhirnya melegenda dengan Sony Walkman-nya. Yang juga cukup unik bahwa ilmu dan teori dimana orang harus belajar dari kegagalan ini mulai diformulasikan di Jepang dengan nama shippaigaku (ilmu kegagalan). Kapan-kapan saya akan kupas lebih jauh tentang ini

7. Budaya Baca
Jangan kaget kalau anda datang ke Jepang dan masuk ke densha (kereta listrik), sebagian besar penumpangnya baik anak-anak maupun dewasa sedang membaca buku atau koran. Tidak peduli duduk atau berdiri, banyak yang memanfaatkan waktu di densha untuk membaca. Banyak penerbit yang mulai membuat man-ga (komik bergambar) untuk materi-materi kurikulum sekolah baik SD, SMP maupun SMA. Pelajaran Sejarah, Biologi, Bahasa, dsb disajikan dengan menarik yang membuat minat baca masyarakat semakin tinggi. Saya pernah membahas masalah komik pendidikan di blog ini. Budaya baca orang Jepang juga didukung oleh kecepatan dalam proses penerjemahan buku-buku asing (bahasa inggris, perancis, jerman, dsb). Konon kabarnya legenda penerjemahan buku-buku asing sudah dimulai pada tahun 1684, seiring dibangunnya institute penerjemahan dan terus berkembang sampai jaman modern. Biasanya terjemahan buku bahasa Jepang sudah tersedia dalam beberapa minggu sejak buku asingnya diterbitkan.

8. Kerjasama Kelompok
Budaya di Jepang tidak terlalu mengakomodasi kerja-kerja yang terlalu bersifat individualistik. Termasuk klaim hasil pekerjaan, biasanya ditujukan untuk tim atau kelompok tersebut. Fenomena ini tidak hanya di dunia kerja, kondisi kampus dengan lab penelitiannya juga seperti itu, mengerjakan tugas mata kuliah biasanya juga dalam bentuk kelompok. Kerja dalam kelompok mungkin salah satu kekuatan terbesar orang Jepang. Ada anekdot bahwa “1 orang professor Jepang akan kalah dengan satu orang professor Amerika, hanya 10 orang professor Amerika tidak akan bisa mengalahkan 10 orang professor Jepang yang berkelompok” . Musyawarah mufakat atau sering disebut dengan “rin-gi” adalah ritual dalam kelompok. Keputusan strategis harus dibicarakan dalam “rin-gi”.

9. Mandiri
Sejak usia dini anak-anak dilatih untuk mandiri. Irsyad, anak teman saya yang paling besar sempat merasakan masuk TK (Yochien) di Jepang. Dia harus membawa 3 tas besar berisi pakaian ganti, bento (bungkusan makan siang), sepatu ganti, buku-buku, handuk dan sebotol besar minuman yang menggantung di lehernya. Di Yochien setiap anak dilatih untuk membawa perlengkapan sendiri, dan bertanggung jawab terhadap barang miliknya sendiri. Lepas SMA dan masuk bangku kuliah hampir sebagian besar tidak meminta biaya kepada orang tua. Teman-temen seangkatan saya dulu di Saitama University mengandalkan kerja part time untuk biaya sekolah dan kehidupan sehari-hari. Kalaupun kehabisan uang, mereka “meminjam” uang ke orang tua yang itu nanti mereka kembalikan di bulan berikutnya.

10. Jaga Tradisi & Menghormati Orang Tua
Perkembangan teknologi dan ekonomi, tidak membuat bangsa Jepang kehilangan tradisi dan budayanya. Budaya perempuan yang sudah menikah untuk tidak bekerja masih ada dan hidup sampai saat ini.
Budaya minta maaf masih menjadi reflek orang Jepang. Kalau suatu hari anda naik sepeda di Jepang dan menabrak pejalan kaki , maka jangan kaget kalau yang kita tabrak malah yang minta maaf duluan.
Sampai saat ini orang Jepang relatif menghindari berkata “tidak” untuk apabila mendapat tawaran dari orang lain. Jadi kita harus hati-hati dalam pergaulan dengan orang Jepang karena “hai” belum tentu “ya” bagi orang Jepang Pertanian merupakan tradisi leluhur dan aset penting di Jepang. Persaingan keras karena masuknya beras Thailand dan Amerika yang murah, tidak menyurutkan langkah pemerintah Jepang untuk melindungi para petaninya. Kabarnya tanah yang dijadikan lahan pertanian mendapatkan pengurangan pajak yang signifikan, termasuk beberapa insentif lain untuk orang-orang yang masih bertahan di dunia pertanian. Pertanian Jepang merupakan salah satu yang tertinggi di dunia.


Nah saya menampilkan tulisan ini  supaya orang Indonesia bisa belajar dari orang Jepang dalam mencapai kesuksesan. Asal kita selalu berusaha dan tidak lupa berdoa maka kita pasti bisa hidup dengan sukses.

http://melisalin.bitfreedom.com/10-rahasia-sukses-orang-jepang